Dari
proses terjadinya penyakit, kita harus menentukan batas-batas antara
sehat dan
tidak sehat ( sakit)). Menurut WHO, sehat adalah keadaan kesempurnaan fisik, mental dan keadaan sosial dan bukan berarti hanya bebas dari penyakit atau kelainan/cacat. Dengan demikian maka sakit dapat diartikan sebagai, suatu penyimpangan dari suatu penampilan yang optimal. Sedangkan penyakit merupakan suatu proses gangguan fisiologis (faal tubuh), serta/atau gangguan psikologis/mental maupun suatu gangguan tingkah laku (behaviour). Dalam membicarakan penyakit sebagai gangguan unsur-unsur tersebut tadi harus dibedakan
pengertian antara disease, illness, dan sicknes.
Pada umumnya peralihan dari suatu keadaan sehat ke keadaan sakit hanya pada batas yang tidak jelas, tetapi melalui suatu proses yang pada umumnya didahului dengan kondisi keterpaparan (exposured) terhadap unsur tertentu, yang sekaligus disertai dengan keadaan pejamu dalam kondisi kerentanan tertentu untuk menjadi sakit.
Hubungan antara derajat keterpaparan dengan kondisi kerentanan dalam proses terjadinya penyakit
Kondisi Keterpaparan
|
Keadaan kekebalan
|
Rentan
|
Kebal
|
Positif
|
Sakit
|
Tidak sakit
|
Negatif
|
Tidak Sakit
|
Tidak sakit
|
Dengan memperhatikan gambar di atas, maka jelas bagi kita bahwa, seseorang dapat menjadi sakit apabila orang tersebut mengalami keterpaparan terhadap unsur penyebab tertentu, (primer maupun sekunder) dan di lain pihak orang tersebut sekaligus berada pada tingkat kerentanan tertentu. Kedua faktor keterpaparan dan kerentanan sangat dipengaruhi pula oleh berbagai unsur terutama unsur lingkungan dan unsur pejamu. Oleh sebab itu, dalam
epidemiologi terapan, keadaan ini harus betul-betul disadari, terutama tingkat kuantitas maupun kualitas/derajat serta sifat dan bentuk dari unsur yang menimbulkan keterpaparan.
Keterpaparan
Keterpaparan adalah Suatu keadaan di mana pejamu berada pada pengaruh atau berinteraksi dengan unsur penyebab primer maupun sekunder atau dengan unsur lingkungan yang dapat mendorong proses terjadinya penyakit. Dengan demikian untuk menilai tingkat keterpaparan, harus selalu dihubungkan dengan sumber dan sifat unsur penyebab, keadaan pejamu yang mengalami keterpaparan tersebut serta cara berlangsungnya proses keterpaparan.
Adapun faktor yang berhubungan erat dengan unsur penyebab antara lain:
- lingkungan di mana unsur penyebab berada atau lingkungan di mana pejamu dan penyebab berinteraksi;
- sifat dan jenis dari unsur penyebab tersebut; dan
- unsur pejamu sebagai sifat individu yang bervariasi dalam hubungannya dengan unsur penyebab serta hubungannya dengan sifat maupun bentuk keterpaparan seperti sifat patologis karakteristik dari pejamu terhadap penyebab serta sifat intimasi (erat tidaknya) kontak antara pejamu dengan penyebab.
Adapun keterpaparan yang berhubungan erat dengan unsur pejamu antara lain sifal karakteristik pejamu secara perorangan individu serta sifat karakteristik kelompok sosial tertentu. Sedangkan sifat kekebalan tiap pejamu secara perorangan dalam masyarakat, akan sekaligus memenuhi kedua sifat tersebut tadi, karena tingkat kekebalan perorangan yang membentuk suatu kelompok masyarakat tertentu akan menentukan tingkat kekebalan masyarakat tersebut.
Faktor lainnya yang erat hubungannya dengan derajat keterpaparan antara lain:
- sifat keterpaparan, yakni apakah prosesnya hanya terjadi satu kali saja, atau beberapa kali, ataukah proses keterpaparan tersebut berlangsung terus menerus dalam suatu jangka waktu yang cukup panjang.
- sifat lingkungan di mana proses keterpaparan terjadi, yakni apakah keadaan lingkungan tersebut lebih menguntungkan pejamu atau sebaliknya, dan
- tempat dan keadaan konsentrasi dari unsur penyebab yang menimbulkan keterpaparan.
Faktor tempat sangat erat hubungannya dengan lingkungan di mana unsur penyebab berinteraksi/mempengaruhi pejamu, sedangkan konsentrasi dari unsur penyebab akan sangat mempengaruhi derajat keterpaparan dari pejamu.
Kerentanan
Kerentanan adalah keadaan di mana pejamu mempunyai kondisi yang mudah dipengaruhi/berinteraksi dengan unsur penyebab sehingga memungkinkan timbulnya penyakit. Pada umumnya, dalam proses kejadian penyakit, tampak bahwa tidak satu pun penyakit yang memiliki nilai yang terbatas walau bagaimanapun sederhananya proses kejadiannya.
Peranan kerentanan sangat berpengaruh dalam hasil akhir suatu proses kejadian penyakit, apakah proses tersebut akan berakhir sebagai penderita, meninggal, atau tidak ada perubahan yang jelas. Dengan demikian, peranan kerentanan individu yang berbeda dalam masyarakat dapat menimbulkan keadaan yang sering disebut dengan “fenomena Gunung es” (iceberg phenomena). Keadaan demikian ini bukan hanya berlaku pada penyakit menular/infeksi, tetapi dapat juga pada penyakit non-infeksi serta pada penyakit gangguan perilaku sosial.
Pada penyakit infeksi/menular, hasil akhir dari suatu proses kejadian penyakit dapat berapa:
• penderita meninggal;
- penderita dengan gejala klinis yang jelas;
- penderita dengan gejala klinis ringan, atau gejala yang tidak jelas/tidak spesifik untuk penyakit tertentu atau dengan gejala samar-samar sehingga sulit/tidak dapat ditentukan/didiagnosis secara klinis; dan
- terjadi proses infeksi tetapi tanpa gejala sama sekali.
Sedangkan pada penyaki non-infeksi, akan terjadi hasil akhir yang kemungkinan dalam bentuk:
- penderita meninggal;
- penderita sakit berat/sakit dengan gejala yang berat atau sampai mengalami cacat;
- penderita yang hanya dengan gejala ringan, sehingga mampu menyesuaikan diri dalam kehidupannya sehari-hari; atau
- penderita yang tanpa gejala sama sekali dan tidak mengalami perubahan baik secara struktural/anatomis, maupun secara faal/filosofis.
Adapun pada penyakit yang berkaitan dengan
perilaku sosial, kemungkinan hasil akhir proses kejadian penyakit akan berbentuk:
- penderita meninggal karena gangguan jiwa;
- penderita berbuat tingkah laku anti sosial atau menunjukkan gejala-gejala psikopatologi;
- penderita dengan gejala yang sangat ringan, sehingga mampu melakukan kompensasi psikologis; atau
- penderita yang hanya mengalami penurunan hubungan/keadaan sosial yang tidak jelas (tanpa gejala)
Peranan faktor keterpaparan dan kerentanan sangat penting dalam epidemiologi karena faktor kerentanan serta keadaan kekebalan masyarakat serta sifat penyakit dalam masyarakat selalu diperhitungkan dalam setiap kegiatan epidemiologis. Kedua faktor tersebut sangat erat hubungannya dengan faktor "risk" yakni tingkat/besarnya risiko untuk mengalami proses penyakit atau untuk menjadi sakit.
Dalam kegiatan pengamatan ataupun penelitian epidemiologi, peranan faktor kerentanan memegang peranan yang cukup penting. Khusus untuk pengamatan penyakit menular/infeksi, harus selalu diperhitungkan derajat kerentanan terhadap proses infeksi serta kemampuan individu dan masyarakat dalam menghadapi/me-lawan proses terjadinya penyakit. Sering dijumpai adanya proses infeksi yang terjadi tetapi tidak menimbulkan penyakit. Sedangkan pada penyakit bukan infeksi, faktor dan derajat kerentanan terhadap suatu unsur penyebab tertentu, mungkin akan menimbulkan dampak tertentu dalam bentuk peningkatan proses penyakit, baik dalam bentuk memperkuat pengaruh, ataupun dalam bentuk meningkatkan kekuatan unsur-unsur penyebab tersebut.
Dalam perhitungan frekuensi penyakit, faktor kerentanan memegang peranan yang sangat penting dan merupakan bagian dalam perhitungan rate insidensi maupun rate prevalensi. Faktor ini juga diperhitungkan dalam menilai hasil akhir penyakit dalam masyarakat umpamanya angka kematian suatu penyakit (case fatality rate maupun mortality rate) serta nilai-nilai rate lainnya. Begitu pula dalam penelitian epidemiologi, termasuk penelitian eksperimental serta dalam penilaian hasil usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit tertentu, faktor kerentanan selalu diperhitungkan.
Dalam proses terjadinya penyakit, dikenal adanya faktor kerentanan khusus. Faktor kerentanan khusus ini ada yang diketahui peranannya secara langsung dan jelas, tetapi adapula yang tidak jelas peranannya dalam suatu proses kejadian penyakit tertentu. Berbagai sifat karakteristik pejamu seperti umur, jenis kelamin, ras, dan lainnya sangat erat hubungannya dengan sifat kerentanan terhadap berbagai penyakit walaupun pada beberapa keadaan sulit dikenal secara langsung hubungannya dengan derajat kerentanan. Pada beberapa penyakit menular, umur sangat menentukan hasil akhir dari suatu proses penyakit. Sedangkan pada beberapa penyakit tertentu, peranan kerentanan khusus sangat jelas, umpamanya status gizi dengan proses terjadinya/hasil akhir penyakit tuberkulosis, serta hubungan tonsilektomi dengan kerentanan terhadap polio dan lain sebagainya.
Adapun hubungan integrasi antara kerentanan dengan keterpaparan dapat dilihat bahwa pejamu dengan derajat kerentanan tinggi yang disertai dengan tingkat keterpaparan tertentu akan mendorong ke arah proses terjadinya penyakit. Namun demikian, pada berbagai penyakit tertentu, masih dibutuhkan faktor lain untuk mendorong interaksi tersebut. Hal ini berarti bahwa integrasi kerentanan dengan keterpaparan saja pada beberapa penyakit tertentu, belum pasti akan menimbulkan penyakit. Dengan keadaan yang sedemikian ini, kadang-kadang kita mengalami kesulitan dalam menentukan unsur-unsur yang merupakan unsur penyebab primer maupun sekunder. Yang jelas adalah bagi mereka yang mengalami keterpaparan dan dalam keadaan derajat kerentanan yang tinggi, akan mempunyai risiko yang tinggi pula (high risk) untuk penderita penyakit.
Gambar Proses kejadian Penyakit