Hubungan asosiasi dalam bidang epidemiologi adalah hubungan keterikatan atau saling pengaruh antara dua atau lebih variabel, di mana hubungan tersebut dapat bersifat hubungan sebab akibat maupun yang bukan hubungan sebab akibat. Sedangkan hubungan keterikatan (dependency association) adalah hubungan antara variabel, di mana adanya perubahan pada variabel yang satu (independent) akan mempengaruhi variabel yang lainnya (dependent)
Dalam menilai hubungan asosiasi. sering sekali kita melakukan kesalahan dalam mengambil kesimpulan terutama dalam penelitian epidemiologi yang mencari/menguji ada tidaknya hubungan sebab akibat. Hal ini dapat timbul karena tidak jarang kita menjumpai hubungan asosiasi yang kuat antara satu variabel dengan variabel lainnya, sehingga kita menyimpulkannya sebagai hubungan sebab akibat tetapi pada dasarnya, sebenarnya hanya hubungan semu saja.
Hubungan asosiasi dalam epidemiologi dapat dibagi dalam tiga jenis, yakni hubungan semu, hubungan nonkausal (bukan kausal), dan hubungan kausal.
Hubungan Semu
Yang dimaksud dengan hubungan semu ialah adanya hubungan antara dua atau lebih variabel yang bersifat semu (tidak benar) atau palsu yang timbul karena factor kebetulan atau karena adanya bias pada metode penelitian/cara penilaian yang dilakukan.
Hubungan semu dapat timbul karena faktor kebetulan yang mengikuti hukum probability (hukum peluang), sehingga tampaknya seperti ada hubungan yang erat serta memenuhi kaidah/perhitungan statistik. Keadaan semacam ini sering dijumpai pada penelitian dengan random sampel, dan bila hal ini timbul, maka haruslah dilakukan berbagai pengamatan yang terpisah, atau pengamatan berulang kali. Di samping itu harus pula menggunakan uji statistik yang sesuai {relevan), terutama dalam menilai suatu hasil pengamatan/penelitian.
Hubungan semu juga dapat timbul pada kesalahan karena bias yakni berbagai kesalahan yang mungkin timbul pada penyusunan kerangka penelitian (desain penelitian), pada perhitungan, serta pada penilaian terhadap faktor yang berpengaruh dan faktor risiko yang mendorong proses terjadinya penyakit.
Bias dapat terjadi umpamanya pada pemilihan kelompok yang akan diteliti, yang mungkin tidak mewakili populasi yang ingin diketahui. Umpamanya jika memilih penderita rumah sakit umum yang mewakili seluruh penderita dalam wilayah tertentu, maka hal ini dapat menimbulkan bias karena adanya perbedaan latar belakang dari penderita yang datang ke rumah sakit umum pemerintah dengan mereka yang berkunjung ke rumah sakit swasta.
Bias dapat pula terjadi pada pengamatan di mana cukup banyak anggota sampel yang drop out atau menolak berpartisipasi, sehingga kelompok yang tersisa dalam sampel mungkin berbeda sifat-sifatnya (karakternya) dengan mereka yang tidak ikut/drop out tersebut.
Bias dapat pula terjadi pada pengumpulan data, umpamanya karena kesalahan wawancara, baik karena kesalahan wawancara yang banyak memaksa/mempengaruhi responden, atau karena daftar pertanyaan yang kurang jelas. Di lain pihak, biasanya responden yang menderita akan lebih banyak berperan aktif dalam memberikan keterangan dibandignkan dengan responden yang tidak menderita/umpamanya pada kelompok control. Bias lainnya yang juga sering mengacaukan dalam mengambil kesimpulan adalah variabel pengganggu (confounding variables) yang sering menimbulkan kesalahan dalam membuat keputusan hasil pengamatan.
Hubungan Asosiasi Bukan Kausal
Hubungan asosiasi bukan kausal adalah hubungan asosiasi yang bersifat bukan hubungan sebab akibat, di mana variabel ketiga tampaknya mempunyai hubungan dengan salah satu variabel yang terlibat dalam hubungan kausal, tetapi unsur ketiga ini bukan sebagai faktor penyebab. Dalam hubungan asosiasi bukan kausal, kita dapat menjumpai berbagai bentuk hubungan yang dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan akibat yang timbul. Umpamanya hubungan berat badan ibu (A), intake kalori (B) dan berat badan lahir (C). Ketiga variabel ini dapat digambarkan sebagai berikut:
(A) --------> (B) ----------------> (C)
Pada gambar di atas, (B) sebagai variabel independen dan (C) sebagai variabel dependen di mana (B) dianggap mempunyai hubungan sebab akibat dengan (C). Adapun (A) sering ditempatkan sebagai variabel penyebab terhadap (B) bahkan terhadap (C). Namun demikian bila keadaan ibu dengan gizi cukup dan berat badan normal, maka intake kalori tidak mempunyai hubungan dengan berat badan lahir. Sebaliknya, pada ibu dengan gizi kurang, maka intake kalori akan mempengaruhi berat badan lahir, yarg sebenarnya adalah karena berat badan ibu yang rendah.
Bentuk hubungan lain yang dapat kita lihat adalah antara perokok A), peminum kopi (B), dan carsinoma paru (C). Hubungan ketiga variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
(A) <------ > (B) -------------> (C)
Pada gambat di atas, variabel (A) dan (B) mempunyai hubungan erat sehingga hampir selalu dijumpai secara bersama-sama, dan keduanya dapat dianggap sebagai variabel independen. Sedangkan (A) dijumpai mempunyai hubungan kausal terhadap terjadinya (C). Apabila ketiga variabel tersebut dianalisis, maka akan tampak bahwa selain (A) mempunyai hubungan yang erat dengan (B) dan (C) maka dijumpai pula bahwa secara statistik , maka (B) juga mempunyai hubungan yang erat dengan (C). Tidaklah mengherankan apabila seorang peneliti pernah melakukan kesalahan yang cukup fatal dengan menyimpulkan bahwa kopi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma paru.
Dalam hal hubungan asosiasi bukan kausal, sering sekali kita menjumpai adanya hubungan antara umur dengan penyakit tertentu, walaupun sebenarnya dalam hal ini umur sama sekali tidak memegang peranan dalam proses kejadian penyakit. Demikian pula halnya dengan berbagai variabel yang sangat erat hubungannya dengan faktor orang seperti jenis kelamin, ras, agama dan lain sebagainya. Dengan demikian maka kesalahan mengambil kesimpulan yang erat hubungannya dengan asosiasi bukan kausal sering terjadi pada analisis sifat karakteristik pejamu, di mana variabel tersebut sebenarnya hanya erat hubungannya dengan variabel iainnya yang berfungsi sebagai penyebab. Keadaan ini dapat menimbulkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan di mana sifat karakteristik pejamu dianggap sebagai faktor penyebab.
Hubungan Asosiasi Kausal
Hubungan asosiasi kausal adalah hubungan antara dua atau lebih variabel di mana salah satu atau lebih di antara variabel tersebut merupakan variable penyebab kausal (primer dan sekunder) terhadap terjadinya variabel lainnya sebagai hasil akhir dari suatu proses terjadinya penyakit.
Dalam menilai hubungan kausal tersebut di atas. maka kita harus memperhatikan tiga faktor penting yang harus dijumpai pada hubungan asosiasi kausal, yakni:
- faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit;
- setiap perubahan pada variabel yang merupakan unsur penyebab akan diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya, sebagai akibat/hasil akhir proses; dan
- hubungan antara timbulnya penyakit (hasil akhir) serta proses keterpaparan tidak tergantung atau tidak harus dipengaruhi oleh faktor lainnya di luar variabel hubungan tersebut.
Dalam menilai hasil suatu pengamatan terutama dalam analisis epidemiologi untuk menentukan hubungan sebab akibat serta faktor penyebab terjadinya penyakit, maka kita harus berhati-hati dan jangan hanya terikat pada hasil perhitungan statistik semata.
Untuk menilai hubungan asosiasi dari suatu hasil pengamatan, perlu diperhatikan berbagai hal tersebut di bawah ini,
- Perlu dianalisis secara cermat apakah hubungan asosiasi tersebut masuk akal atau tidak. Umpamanya pada suatu penelitian dijumpai bahwa secara statistik ada hubungan yang erat antara panjang rambut dengan kanker payudara.
- Harus pula dianalisis apakah hubungan semua asosiasi yang dijumpai pada pengamatan cukup kuat, sehingga memiliki kemaknaan secara biologis. Dalam hal ini, nilai uji statistik tidak dapat digunakan sebagai pegangan tunggal. Seperti contoh di atas harus dipikirkan apakah panjang rambut mempunyai nilai biologis dalam hubungannya dengan kanker payudara.
- Perlu diperhatikan pula, bahwa secara mutlak. hubungan asosiasi yang diamati harus didukung oleh uji statistik yang sesuai.
- Harus diperhatikan secara seksama apakah hubungan asosiasi, dari suatu pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh faktor kesalahan atau bias, ataukah timbul karena adanya hubungan asosiasi semu.
- Harus dianalisis secara luas, apakah hubungan asosiasi dari hasil pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh faktor lain di mana faktor tersebut ikut mempengaruhi nilai risk yang mendorong timbulnya hubungan asosiasi tersebut. Suatu contoh hubungan asosiasi yang dipengaruhi oleh faktor tertentu adalah frekuensi penyakit pada case finding aktif dengan musim. Pencarian penderita tuberkulosis pada masyarakat dilakukan dengan menggunakan anggaran proyek yang cukup besar. Dana tersebut .dimulai setiap bulan Juni dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus setiap tahunnya. Pada bulan Januari sampai dengan Mei hampir tidak tersedia anggaran. Akibathya, frekuensi tuberkulosis tampaknya memuncak pada bulan Juni sampai dengan Oktober yang kebetulan pula merupakan musim kemarau, serta merupakan musim panen pula. Bagi pengamat yang kurang teliti, dapat mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara tingginya frekuensi tuberkulosis dengan musim kemarau, atau dengan musim panen.
Dalam menentukan hubungan asosiasi kausal, terutama dalam menilai hubungan sebab akibat serta unsur penyebab timbulnya penyakit tertentu, harus diperhatikan pula berbagai ketentuan yang dapat menjadi dasar pemikiran antara lain: konsisten pengamatan, hubungannya dengan pengetahuan teori yang sudah ada dan diakui, ketentuan disiplin ilmu yang berlaku, pengalaman yang ada, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Beberapa kriteria di bawah ini perlu dipertimbangkan setiap akan menentukan hubungan asosiasi kausal serta unsur penyebab penyakit.
- Kuatnya hubungan asosiasi, yakni makin besar perbedaan antara dua kelompok kategori yang diamati di mana satu kelompok terpapar (kelompok risk) dan kelompok lainnya yang tidak terpapar (kelompok kontrol), makin kuat pula kemungkinannya bahwa hubungan asosiasi yang dijumpai merupakan hubungan kausal. Dalam hal ini, harus dihindari berbagai factor yang dapat menimbulkan bias.
- Adanya hubungan asosiasi berdasarkan derajat keterpaparan atau dosis faktor penyebab, di mana hubungan asosiasi akan tampak mengalami perubahan pada setiap perubahan dosis unsur penyebab (perubahan pada derajat keterpaparan serta nilai risk), baik perubahan yang bersifat positif dan negatif. maupun perubahan interaksi.
- Adanya konsistensi berbagai hasil penelitian, di mana sejumlah penelitian dengan kerangka konsepsional yang sama tetapi pada populasi yang berbeda, atau oleh peneliti dan dalam cara yang berbeda, di mana hasil penelitian-penelitian tersebut tidak berbeda dalam menemukan hubungan sebab akibat, maka hubungan asosiasi yang dijumpai mengarah pada hubungan asosiasi kausal.
- Untuk menentukan suatu bentuk hubungan asosiasi dari suatu pengamatan harus pula dianalisis apakah hasil yang diperoleh pada pengamatan tersebut bersifat sementara saja, terutama bila diamati secara saksama pada periode antara keterpaparan dengan waktu timbulnya penyakit.
- Hasil analisis tentang hubungan asosiasi, harus dibandingkan dengan teori yang sudah diakui, atau sudah diketahui secara jelas, demikian pula dengan berbagai teori yang relevan dan masih sedang dalam pengembangannya.
- Khusus untuk beberapa jenis proses kejadian penyakit tertentu, hubungan asosiasi yang didapatkan pada berbagai pengamatan dapat pula dibandingkan dengan berbagai hasil percobaan dalam laboratorium temtama percobaan pada binatang.
Mengingat bahwa epidemiologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang banyak berkecimpung dalam bidang hubungan sebab akibat serta berusaha mcncari/menemukan faktor penyebab penyakit, maka dalam setiap langkahnya harus bersifat hati-hati. Setiap kesalahan dalam mengambil kesimpulan akan dapat menimbulkan berbagai masalah dalam menentukan kebijakan serta dalam menyusun perencanaan pada berbagai bidang, terutama dalam bidang kesehatan.
Konsep Penyebab Jamak
Berbicara tentang sehat dan sakit, dalam ilmu kesehatan akan selalu terfokus pada manusia sebagai pejamu utama. Namun demikian harus diingat bahwa manusia sebagai host berada dalam satu sistem yang tidak dapat dilepaskan dengan lingkungan sekitarnya sebagai suatu ekosistem. Dengan demikian maka dalam usaha menganalisis kejadian penyakit secara epidemiologis dalam masyarakat, maka kita harus melakukan pendekatan ekologis untuk dapat menerangkan proses kejadiannya. Kejadian penyakit tidak dapat dianalisis hanya dengan melihat satu faktor saja sehingga usaha mencari faktor penyebab dan hubungan sebab akibat terjadinya penyakit dalam masyarakat harus didasarkan pada penvehab jamak (multiple causation).
Ambil contoh pada penyakit Cholera elthor yang dapat menimbulkan penyakit muntaber. Untuk dapat terjadinya penyakit maka diperlukan :
(1) mikro-organisme penyebab
- kuantitas/jumlah mikro-organisme
- tingkat virulensinya
- tipenya dan lain-lain
(2) pejamu
- adanya interaksi antara mikro-organisme dengan jaringan dalam usus pejamu
- kemampuan mikro-organisme, reaksi jaringan, imunitas, dan keadaan umum, status gizi pejamu
- kontak dengan mikro-organisme sebelumnya, adanya imunitas/vaksinasi pada pejamu
- tingkat pengetahuan serta kebiasaan minum dan makan dalam rumah tangga, pengetahuan kesehatan dan lain-lain
(3) Lingkungan
- keadaan lingkungan fisik yang ada sekiranya dan dapat mempengaruhi kehidupan mikro-organisme
- keadaan lingkungan biologis yang berkaitan erat dengan vektor seperti lalat
- keadaan lingkungan scsial seperti kepadatan penduduk atau rumah tangga, kebiasaan yang berhubungan dengan air minum dan makan, dan lain-lain
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa semua faktor tersebut dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya wabah muntaber dalam masyarakat dan bukan hanya oleh satu faktor penyebab saja. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada suatu daerah terjadi wabah sedangkan tetangganya tidak, dan mengapa terjadi perbedaan penyebaran umur atau jenis kelamin pada wabah dengan tempat atau waktu yang berbeda.
Konsep penyebab jamak dapat mengantar kita dalam mengambil kebijakan terhadap usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit dalam masyarakat dengan sasaran ditujukan terhadap faktor tertentu berdasarkan analisis kelayakan program.