Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
Pertama: tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action).
Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa apapun simptom yang dideritannya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.
Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif dan sebagainya.
Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya dan sebagainya.
Kedua: bertindak mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan-alasan yang sama seperti diuraikan di atas. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasar pengalaman-pengalaman yang lalu usaha-usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan.Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.
Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya daripada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada sosial-budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggapnya masih asing.
Dukun (bermacam-macam dukun) yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, mantri, bidan dan sebagainya yang masih asing bagi mereka seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun bukan merupakan kebudayaan mereka.
Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun demikian sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khusus mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan (bukan hanya untuk pengobatan saja) makin nampak peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.
Kelima, mencari pengobatan kefasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, Puskesmas dan rumah sakit.
Keenam adalah mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).
Dari uraian-uraian tersebut di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakaianya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan.
Dan bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan digunakan.
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas-puskesmas perlu ditunjang dengan adanya penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat- sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.