Pendidikan gizi masyarakat merupakan salah satu bentuk dari pendidikan orang dewasa (adult education). Menurut UNESCO, yang dikutip oleh Lunardi, pendidikan orang dewasa, apapun isi, tingkatan, dan metodenya, baik formal maupun tidak, dan merupakan lanjutan atau menggantikan pendidikan semula di sekolah ataupun universitas.
Subyek belajar di dalam pendidikan orang dewasa sudah jelas, yaitu orang dewasa atau anggota masyarakat umum yang ingin mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, perilaku, dan kemampuan- kemampuan lainnya.
Hasil belajar pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perlaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan sikap atau ketrampilannya. Namun demikian perubahan pengetahuan dan sikap ini belum merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku sebab perilaku baru tersebut kadang-kadang memerlukan dukungan material. Misalnya, seorang ibu untuk dapat mengelola dan memberikan makanan yang bergizi kepada anaknya, ia perlu uang untuk mengadakan makanan yang bergizi tersebut.
Perubahan perilaku di dalam proses pendidikan orang dewasa (andragogik) pada umumnya lebih sulit dari perubahan perilaku di dalam pendidikan anak atau orang yang belum dewasa (pedagogik). Ikhwal ini dapat dipahami karena orang dewasa sudah mempunyai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tertentu yang mungkin sudah mereka miliki bertahun-tahun. Jadi dengan adanya pengetahuan, sikap, dan perilaku baru yang belum mereka yakini tersebut menjadi sulit diterima. Untuk itu diperlakukan usaha-usaha tersendiri agar subyek belajar meyakini pentingnya pengetahuan, sikap, dan perilaku tersebut bagi kehidupan mereka. Dengan perkataan lain, pendidikan orang dewasa dapat efektif menghasilkan perubahan perilaku apabila isi dan cara atau metode belajar mengajarnya sesuai dengan perubahan yang dirasakan oleh subyek belajar.
Salah satu upaya agar pesan-pesan pendidikan tersebut dapat dipahami oleh orang dewasa dan dapat mempunyai dampak perubahan perilaku adalah dengan memilihkan metode belajar mengajar yang tepat. Diskusi kelompok, studi harus dan simulasi tampaknya merupakan metode yang sangat cocok untuk pendidikan orang dewasa. Akan tetapi sering terjadi bahwa masyarakat atau subyek belajar tidak selalu dapat merasakan kebutuhan mereka sendiri. Untuk itu diperlukan upaya awal guna menumbuhkan rasa membutuhkan tersebut.
A. Maslow, seorang ahli psikologi dari Amerika, mengemukakan bahwa tingkat-tingkat kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan akan pengakuan dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Selanjutnya A.Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum ia mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatnya. Apabila kebutuhan yang perrg dasar yakni kebutuhan fisik berupa pangan dan perumahan, belum terpenuhi maka orang akan sulit untuk diajak mencapai kebutuhan akan harga diri.
Dapat dipahami bahwa pendidikan bagi orang dewasa yang menyangkut masalah harga diri tidak akan berarti dalam proses belajar apabila kebutuhan fisik (makanan) untuk mempertahankan hidupnya saja belum terpenuhi. Sebaliknya pendidikan untuk orang dewasa berisikan masalah bagaimana mencapai kebutuhan fisik, tidak akan diperhatikan apabila sasaran pendidikan tersebut telah kecukupan di dalam kebutuhan fisiknya (makanan, pakaian, dan perubahan, yang mengamankan segala miliknya serta dirinya, bahkan telah mencapai tingkat pengakuan sebagai anggota masyarakat terhormat. Pada tingkatan ini yang dibutuhkan oleh mereka adalah pengetahuan yang lebih luas dan sikap yang lebih mantap untuk meningkatkan harga dirinya dalam pergaulan yang lebih luas.
Dengan mengetahui kebutuhan kelompok sebagai subyek pendidikan orang dewasa, maka dapat ditentukan strategi dan susunan belajar dan mengajar yang tepat. Strategi belajar yang tepat di sini mencakup antara lain isi atau materi belajar yang relevan dan metoda dan teknik belajar mengajar yang sesuai dengan kondisi subyek belajar tersebut. Di dalam pendidikan orang dewasa terutama di dalam pendidikan non formal, "yang terpenting adalah apa yang dipelajari subyek belajar, bukan apa yang diajarkan oleh pengajar.
Ungkapan ini mengandung maksud, hasil akhir yang dinilai dalam pendidikan orang dewasa adalah apa yang diperoleh sasaran belajar, bukan apa yang dilakukan oleh pelatih atau fasilitator belajar.
Sehubungan kondisi fisik subyek belajar, Verner dan Davison yang dikutip oleh Lunardi mengidentifikasikan adanya 6 faktor yang dapat'menghambat proses belajar pada orang dewasa yakni:
- Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia 20 tahun, seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya, tetapi pada usia 40 tahun titik dekat penglihatannya sudah sampai 23 cm.
- Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang (makin pendek).
- Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar.
- Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan karena menguningnya kornea atau lensa mata sehingga cahaya masuk agak tersaring. Akibatnya ialah kemampuan untuk membedakan warna-warna lembut menjadi berkurang.
- Makin bertambah usia, kemampuan menerima suara makin menurun. Mulai usia 20 tahun hanya lebih kurang 11% orang berkurang pendengarannya, tetapi pada usia 70 tahun, pendengaran orang berkurang sampai lebih kurang 51%.
- Makin bertambah usia, kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang. Dengan demikian pembicaraan orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya.