Ada berbagai macam keadaan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
Anti Mikroba atau Antimikrobial dalam usaha pengendalian, penghambatan atau pembasmian mikroorganisme atau mikroba dengan menggunakan bahan atau proses antimikrobial. Keseluruhan dari keadaan dan faktor-faktor ini harus dipertimbangkan bagi efektifnya implementasi atau penerapan secara praktis dalam dunia medis untuk cara-cara atau metode-metode dalam pengendalian mikroorganisme.
Apa saja faktor dan keadaan yang mempengaruhi kinerja antimikrobial?
Berikut ini adalah faktor-faktor dan keadaan-keadaan tersebut :
Konsentrasi atau intensitas dari zat antimikrobial
Pada prinsipnya semakin banyak jumlah populasi mikroorganisme yang menjadi sasaran untuk kita kendalikan, maka jumlah atau konsentrasi dari zat atau bahan kimia atau intensitas sarana fisik juga harus sebanding dengan sasaran agar pengendalian dapat berjalan dengan efektif.
Sehingga dapat kita analogikan sebagai berikut, makin banyak peluru yang kita tembakkan dalam suatu waktu tertentu, maka makin cepat sasaran akan tertembak. Apabila sasarannya adalah bakteri dan pelurunya adalah menggunakan sinar X atau cahaya ultraviolet, maka akan terlihat nyata bahwa sel-sel bakteri akan mati lebih cepat bila intensitas radiasinya bertambah besar.
Suatu contoh lagi misalnya, peluru yang kita gunakan adalah molekul dari suatu zat kimia maka sel-sel akan terbunuh dan mati lebih cepat bila konsentrasi zat molekul yang kita gunakan lebih tinggi (tentunya dengan menggunakan suatu batas tertentu).
Kedua, Jumlah mikroorganisme
Pada faktor ini, kita dapat menggunakan asumsi bahwa semakin lama waktu kita menembak sasaran dalam halini mikroorganisme, maka akan semakin banyak pula mikroorganisme yang akan terkena tembakan kita; tetapi semakin banyak sasaran yang kita tembak, maka semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk mengenai semua sasaran mikroorganisme, yaitu, bila segala kondisi yang lain konstan. Hal ini sejalan dengan pola kematian bakteri yang eksponensial. Yang artinya, akan memerlukan lebih banyak waktu untuk membunuh populasi mikroorganisme; dan bila jumlah selnya banyak, maka perlakuan atau tembakan pada sasaran harus diberikan dalam julah waktu yang lebih lama untuk memastikan bahwa kita cukup yakin semua sel tersebut mati.
Faktor ketiga adalah Suhu atau temperature
Keefektifan dari suatu desinfektan atau bahan antimikrobial tertentu dapat dinaikkan sehingga mampu bekerja lebih optimal dengan adanya kenaikan suhu yang sedang secara besar. Suatu contoh berdasarkan hasil suatu studi dan analisa menunjukkan, kenaikan suhu dari 30 menjadi 42° C akan sangat meningkatkan sifat bakterisidal dari fenol. Hal itu dapat diterangkan dengan fakta experimen yang menunjukkan bahwa: (1) zat kimia merusak mikroorganisme melalui reaksi-reaksi kimiawi dan (2) laju reaksi kimiawi dipercepat dengan meningkatkan suhu.
Keempat, Jenis Spesies mikroorganisme
Dari hasil sebuah uji untuk mengetahui pola kematian mikroorganisme menunjukkan bahwa mikroorganisme jenis Spesies tertentu dari suatu mikroba atau mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang berbeda-beda terhadap sarana fisik dan bahan kimia antimikrobial. Dari hasil tersebut diketahui bahwa pada spesies mikroorganisme pembentuk spora, sel vegetatif yang sedang tumbuh lebih mudah dibunuh dibandingkan dengan sporanya.
Spora pada bakteri adalah yang paling resisten di antara semua organisme hidup dalam hal kemampuannya untuk bertahan hidup pada keadaan sarana fisik dan bahan kimiawi yang kurang baik. Kerentanan atau resistensi relatif spora bakteri dibandingkan dengan mikroorganisme lain diperlihatkan pada Tabel di bawah ini. Di antara spesies mikroorganisme terdapat perbedaan dalam hal kerentanan sel vegetatif (dan juga spora) terhadap bahan kimia dan sarana fisik.
Tabel Resistensi spora bakteri dan kapang serta resistensi virus, relatif terhadap resistensi Escherichia coli yang diberi nilai satu
Bahan sterilisasi
|
Escherichi coli
|
spora
bakteri
|
Spora kapang
|
virus dan bakteriofage
|
fenol
|
1
|
100.000.000
|
1-2
|
30
|
f
ormaldehide
|
1
|
250
|
|
2
|
panas
kering
|
1
|
1.000
|
2-10
|
±1
|
panas
lembap
|
1
|
3.000.000
|
2-10
|
1-5
|
radiasi
ultraviolet
|
1
|
2-5
|
5-100
|
5-10
|
SUMBER. O. Rahn, Bacteriol Rev, 9 : 1, 1945.
Faktor kelima Adanya bahan organik
Adanya bahan organik asing dapat mengakibatkan penurunan kinerja atau keefektifan bahan atau zat kimia antimikrobial dalam hal membunuh mikroorganisme dengan cara menginaktifkan bahan-bahan tersebut atau melindungi mikroorganisme dari padanya.
Misalnya, adanya bahan organik di dalam campuran disinfektan suatu mikroorganisme dapat mengakibatkan:
- Bergabungnya bahan atau zat disinfektan dengan bahan organik sehingga membentuk produk yang tidak bersifat mikrobisidal
- Bergabungnya bahan atau zat disinfektan dengan bahan organik shingga emenghasilkan suatu endapan, sehingga disinfektan tidak mungkin lagi mengikat mikroorganisme
- Terjadi akumulasi bahan atau zat organik pada permukaan sel mikrobe, sehingga bahan ini dapat menjadi suatu pelindung yang akan mengganggu kontak antara disinfektan dan sel.
Pada prakteknya di lapangan, apabila ada serum atau darah pada benda yang sedang diberi perlakuan suatu zat antimikrobial, maka serum atau darah itu dapat menginaktifkan sebagian zat tersebut.
Faktor ke enam Kemasaman atau kebasaan (pH)
Kenyataan dari hasil uji pola kematian mikroorganisme membuktikan bahwa, mikroorganisme yang terletak pada bahan atau zat dengan pH asam, akan dapat dimatikan atau dibasmi pada suhu yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama namun terdapat di dalam lingkungan yang basa.
Suatu contoh, Pada pengalengan makanan di rumah-rumah, dibutuhkan waktu lebih singkat serta suhu lebih rendah untuk mengolah tomat dan buah-buahan (makanan masam) dibandingkan dengan buncis dan jagung (makanan alkalin). Misalnya, botol berisi tomat dapat diolah dengan cara mendidihkannya pada suhu 100°C selama 45 menit, sedangkan buncis membutuhkan suhu 115°C pada tekanan 4,5 kg (10 lbs) selama 25 menit dalam ’’pressure cooker”.