Sikap ata attitude merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut:
"An enduring system of positive or evaluations, emotional feelings, and pro or conaction tendencies will respect to social object" (Krech et al, 1982).
"An individual’s social attitude is a syndrome of response consistency with regard to social object" (Campbell, 1950).
"A mental and neural state of rediness, organized through experience, exerting a directive dynamic influence up on the individual’s response to all objects and situation with which it is related" (Allport, 19-54).
"Attitude entails an existing predisposition to response to social objects which in interaction with situational and other dispositional variables, guides and direct the overt behavior of the individual" (Cardno, 1955).
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan pre-disposisi tindakan suatu prilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Diagram di bawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut.
Komponen pokok sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
- Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek.
- Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.
- Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya, akibamya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap obyek yang berupa penyakit polio.
Berbagai tingkatan sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk - menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: Seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudarannya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu ter-sebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
Bertanggung-jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Misalnya, bagaimana pendapat Anda tentang pelayanan dokter di Rumah Sakit Cipto? Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotetis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Misalnya, apabila rumah ibu luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan Posyandu? Atau, saya akan menikah apabila saya sudah umur 25 tahun? (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).